wanapasa

wanapasa
wanapasa

Minggu, 25 Juli 2010

Dari Gunung Wayang, Angin Dewata berhembus

Kata Wayang dalam Gunung wayang yang berada di selatan Bandung itu ternyata bukan berasal dari kata wayang (golek) seperti yang kita kenal saat ini. Wayang disini berasal dari kata Wa yang berarti Angin lembut, dan Yang atau Hyang artinya Dewa. Jadi, wayang yang menjadi nama gunung ini berati Angin surgawi atau Angin dewata yang lembut, yang mencirikan keindahan alam Gunung Wayang (T bachtiar). Gunung Wayang sudah dikenal sangat lama, sejak manusia leluhur Bandung memuja tuhannya dikesunyian alam yang permai. Dr. N.J. Krom (1914) melaporkan bahwa di puncak Gunung Wayang terdapat beberepa Arca dari batu cadas yang pengerjaannya kasar, dan terdapat pula 40 Arca lainnya. Dr. N.J. Krom juga memaparkan didekat hulu Citarum terdapat Guci-guci dan sebuah arca dengan mahkota (sebuah meriam kuno).
Dalam buku Nji Anah menuliskan sasakala Gunung Wayang. Tersebutlah seorang keturunan ratu yang bernama Panggeran Jaga Lawang. Dalam kehidupannya ia sering bersemedi di puncak Gunung Wayang yang sunyi. Panggeran mempunyai putri cantik tiada tandingannya. Putri Langka Ratnanimrung dan ia sudah memiliki calon, pemuda keturunan Galuh. Gagak Taruna, namanya. Yang sedang menampa diri dengan melakoni hidup bertani di lembah Citarum yang subur. Seperti biasa, ia bersemedi dimakam Nyi Manik Kantri di hulu sungai Citarum. Malam itu terlihat datang gadis cantik yang tiada taranya. Gagak Taruna kaget, diam-diam ia jatuh hati kepada gadis itu, namun si cantik segera menghilang di mata air. Sadar itu sekedar godaan, maka ia segera pulang. Namun pikiran dan hatinya masih terpaut kepada sicantik di hulu Citarum.
Nyi Kantrik Manik asalnya gadis yang cantik yang sakit hati hingga meninggalnya karena pemuda calon pujaannya tidak menepati janji untuk bersatu. Kini ia selalu membalas dendam dan membenci semua lelaki yang lengah.
Sang panggeran selalu diingatkan agar segera mempersiapkan diri karena waktu pernikahan sudah dekat. Tanaman yang sudah lama matang kemudian dipanen. Persiapan menikah besar-besaran sudah dipenuhi. Ketika waktunya tiba, iring-iringan seserahan bergerak menuju menuju puncak Gunung wayang tempat calon mertuanya berada. Setelah calon pengantin pria dirias, ia memohon diri untuk melakukan nadran ke hulu Citarum. Setelah kembang rampe, melati dan cempaka ditebar, disebrang terlihat Nyi Kantri Manik tersenyum memikat. Dengan sigap Gagak Taruna berdiri, berjalan menuju ketempat senyuman yang terus mengembang. Gagak Taruna terus berjalan didalam air menuju bayangan hingga akhirnya tenggelam.
Ditempat calon pengantin wanita, semua gelisah menunggu, kemana Gagak Taruna? Rombongan yang menyusulnya mendapatkan panggeran sudah mengambang. Panggeran Jaga Lawang sangat prihatin. Ia melampiaskan rasa dukanya itu dengan mengobrak-abrik apa yang ada didapur. Tungku dilemparkan dan perabot dapur dibanting. Makanan yang dimasak dilemparkan sampai habis, maka terbentuklah kawah Gunung Wayang. Air yang mendidih dengan lalab-lalabnya dilemparkan membentuk kawah Cibolang di Gunung Windu.
Putri Langka Ratnanimrung sangat bersedih, lalu berjalan tanpa arah. Ternyata ia sudah berada didalam hutan. Air mata darah terus mengucur. Itulah yang kemudian membentuk air tejun Cibeureum di gunung Bedil. Sementara itu Nayaga yang masih berharap sang pangeran datang tak mau pegi, maka berubahlah menjadi Arca. Sebagian alat-alat tubuhnya dilemparkan, diantaranya membentuk Gunung Kendang. Mayat Gagak Taruna dikubur dihulu Citarum. Sementara itu panggeran Jaga Lawang menempa diri menyepuh hati, menghyang di Gunung Seda, ia selalu menanti putri yang dicintainya segera pulang.
Oleh karena itu jangan heran, bila pada malam bulan purnama sering terdengar sayup-sayup bunyi gamelan. Itulah prosesi penyambutan pengantin pria. Bila terlihat asap Gunung Wayang mengepul berlapis-lapis, itu artinya keluarga pengantin perempuan sedang sibuk memasak.

1 komentar:

  1. woowww....

    agan emang kata wayang yang tertera di sini tu berasl dari bahasa apa..?

    BalasHapus