wanapasa

wanapasa
wanapasa

Selasa, 04 Oktober 2011

AKSI PETANI SELURUH INDONESIA YANG TERGABUNG DALAM FORUM PETANI SAYUR INDONESIA ( FPSI )


JAKARTA 03 Okto 2011 Menperindag dan Istana Negara

Aksi yang tergabung dalam FPSI ini terwakili 2 wilayah yang ada di Kab.Bandung yaitu Pangalengan dan Kertasari, Pangalengan sebanyak 7 Bis dan Kertasari 2 Bis dengan jumlah orang kurang lebih 800 orang di tambah dengan mahasiswa UIN Syarif Hidalatullah Jakarta

Aksi ini dilakukan dikarnakan para petani meresa keberatan dengan adanya pasar bebas atau persetujuan China dan Asean terhadap pasar bebas, Asean China Free Trade Aggrement ( ACFTA ), diantarana Cina dan Banglades yang beberapa bulan ini telah mendatangkan sayuran dan buah-buahan, yang mereka datangkan di antaranya Kentang, Kedeley, Jagung, Apel, Jeruk dll hingga sampai beras dan Garam pun mereka datangkan ke Indonesia.

Hal ini membuat para Petani marah dikarnakan berdampak terhadap Harga sayuran, bayangkan saja kentang yang biasanya di jual dipasaran berkisar 5-6 ribu perkilonya mereka menawarkan sampai seperempatnya 3 ribu rupuiah tentu saja pembeli sangat tergiur sehingga produk lokal ditinggalkan.

Para petani menggelar aksi datang langsung kepada Mentri Perdagangan Republik Indonesia ( Menperindag ), dengan tuntutan Tolak Asean China Free Trade Aggement ( ACFTA ) dan Tolak Imfor Sayuran, hal ini mendapat respon oleh Dirjen Perdagangan sehingga dipersialahkan untuk beraudiensi dengan 7 orang perwikalan dari tiap wilayah. dalam audiensi tersebut, Dirjen mengatakan bahwa selama ini perdagangan bebas terus bergulir dan kami sedang menbuat regulasi dan kebijakannya karna untuk itu perlu dibuatnya UU dan untuk membuat UU nya akan memakan waktu 2 tahun lamanya. Dia juga berjanji akan merealisakan apa yang menjadi keinginan para Petani dan akan datan untuk melihat kondisi Pertanian di Kab.Bandung.

Para Petani merasa tidak puas dan kecewa dengan hasil audiensi tersebut, karena beberapa bulan ini dengan adanya imfor mereka sangat terganggu perekonomiannya dan meresa was-was jika panenannya akan merugi dikarnakan harga yang terus merosot selain itu mereka juga kecewa karena ;pemerintah terkesan membiarkan dengan adanya pasar bebas tersebut, begitun menanggapi terhadap Mentri Perdagangan, saat ini saja sudah berdampak buruk terhadap para Petani apalagi harus nunggu samapi 2 tahun akan seperti apa nanti nasib Petani Ujar Perwakilan Petani disela-sela aksinya.

Sehingga kekecewaan tersebut di lanjutkan langsung mendatangi Presiden di Istana Negera, 800 kurang lebih masa yang mengikuti meng aspirasikan lewat Orasi dari perwakilan wilayah, dalam Orasinya mereka mengatakan bahwa Presidan pemegang tinggi kebijakan dinegara ini harus bisa melakukan penyikapan terhadap isu Imfor sayuran tersebut yang bisa membunuh perekonomian para Petani, selain itu masa meminta HGU supaya diberikan kepada para Petani dan tuntan terakhir Presiden harus menjamin mengangkat produksi petani yang ada di Indonesia.

Jika tuntutan itu tidak di penuhi Forum Petani Sayur Indonesia berjanji akan datang kembali dan menagih terhadap Hak-haknya.

Kamis, 29 September 2011

Sexi nya isu PT Chevron di tahun 2011

dalam jangka 2 bulan setelah Bupati membuat pernyataan di media cetak ( Pikiran Rakyat ) bahwasannya Pt Chevron telah melanggar dan terkesan bupati kab.bandung dilangkahinya, hal tersebut membuat bupati sangat marah sehingga Pt Chevron harus bisa memperlihatkan Ijin perlauasan unihawuk untuk melakukan kegiatan di Kp Cihawuk Desa Cihawuk Kec.Kertasari Kab.Bandung, selain itu Pt Chevron telah melakukan pelanggaran kerusakan hutan yang setatusnya dikawasan konservasi BKSDA tersebut 39 Ha kurang lebih perluasan dilakukan dengan membabat pohon, membuka akses jalan dan pelubangan sumur sebanyak 7 sumur.


dikuatkan oleh wahana lingkungan hidup indonesia (WALHI JABAR), bahwasannya Chevron sudah melakukan Eksplorasi dikawasan dengan seenaknya saja, perlu dilakukan yudisial reveu terkaik Kepres yang dimana Chevron mengantongi ijinnya dari pusat, Chevron harus melakukan rehabilitasi hutan 2 kali lipat dari pengrusakannnya ( hutankan kembali ),adanya Eksploitasi hak sosial di tatanan masyarakat yang menjadi korban dan dampak dari pembabatannya hilangnyaSumber mata air bersih, terdapat getaran sehari 3 kali, dan hilangnya Ekologi dikawasan.


penyikapan warga dilokal terbangunnya Laskar Bangun Kertasari dengan kordinator Dan Madani, Laskar bangun kertasari melakukan aksi yang bertepatan dengan kunjungan DPRD Kab.Bandung kelokasi. warga melakukan orasi, stetment2 yang keluar bahwasannya Chevron harus mempertanggung jawabkan dengan kelakuan pembabatan hutan atau pengrusakan hutan dikasawan tersebut, laskar juga mendesak Chevron supaya bisa berhenti beroperasi dikawasan, selain itu Chevron dan DPRD harus menyikapi dari dampak pengrusakan tersebut dengan tuntutan jika tidak dilakukan Laskar akan membuat pagar betisbersama warga dan menolak Chevron beroperasi di kawasan tersebut.

cacatan Kritis :
1. pemerintah Kab.bandung maupun Pemprov sampai pusat harus melakukan yudisial reveu terkait SKB 3 mentri.
2. pemerintah harus bisa menyiikapi dari sisi dampak ekologinya
3. penuhi hak sosial, ekonomi warga sekitar yang terkena dampak
4. hutankan kembali kawasan oleh Chevron
5. hindari kepentingan sepihak

cacatan kritis untuk aktivis :
1. ada hal yang lebih mengerikan dari semua itu, " rusaknya idiologi pergerakan"
2. munculnya OR/LSM yang mempunyai kepentingan sepihak ( sRP )


Senin, 05 September 2011

Kronalogis Korban Ilegal Loging Cicengo kec.Ibun kab.Bandung

Menurut Keterangan Bapak Eje Samsi Selaku Keluarga Korban Pencarian Kayu bakar, bahwa anaknya dengan nama Iwan dari 4 orang yang lainnya, berpamitan kepada istrinya untuk pergi mencari kayu bakar dan di temani 3 orang teman biasa pencari kayu dan satu Orang Supir untuk mengangkut kayu bakar tersebut, berlima berangkat ke lokasi Balong yang biasa disebut warga untuk menyimpan kendaraan pengangkutnya, sedangkan pencarian kayunya mereka berankat dengan jarak tempuh 2Km dari lokasi Balong tersebut, dalam ceritanya bahwa berlima mengambil kayu bakar yang berjenis keriyuh dan pohon kuray yang terdapat pohon tersebut sudah dalam kondisi bergeletak dalam artian tidak melakukan penebangan, sedangkan untuk barang atau pekarang yang di bawa masing-masing korban yang berlima tersebut hanya menbawa Kapak, Golok dan Gergaji Kecil dan secara logika pekarang tersebut tidak mungkin melakukan penebangan pohon yang begitu besar, setelah merasa cukup pengambilan kayu bakar tersebut kelima korban bergegas meninggalkan lokasi pengambilan dan membawa ke tempat kendaraan pengangkut kayu tersebut yaitu kelokasi balong, dari situ aparat polisi kehutanan dari BKSDA sudah ada dilokasi Cibalong dan melakukan penangkapan terhadap ke lima pencari kayu bakar tersebut, dari barang bukti terdapat kayu besar 5 potong kuray yang terpotong-potong hingga 1 meter lebih dan sisanya kayu bakar keriyuh, dalam pengakuannya 5 potong pohon tersebut itu yang sebesar paha orang dewasa didapatkan bukan hasil penebangan namun penemuan dilokasi yang kondisinya bergeletak bekas penebangan orang lain dan kondisinya sudah sangat lama terlihat dari kondisi pohon yang suda kering dan sedikit rapuh, sementara dari pengakuan korban dan informasi dari keluarga korban hal ini di gubris oleh pihak kepolisian kehutanan dengan alasan korban mengada-ngada dan betul dengan nyata korban mengambil pohon dengan melakukan penebangan di lokasi balong dengan ketentuan melanggar UU 41 tahun 1999 pasal 50 huruf h.

sementara Disaat melakukan Olah TKP oloeh kepulisian Ibun dan Polhut BKSDA Tempat atau Lokasinya tidak sesuai dengan tempat waktu korban melakukan pencarian kayu, dan disayangkan malah di tempat yang lain seolah-olah terkesan pengsiasatan yang lain begitu informasi dari keluarga Korban, dimana kebenaran nya pun sangat sulit kita ketahui apakah benar korban ke lima melakukan penebangan atau hanya mengambil kayu bakar yang sudah terlgeletak dilokasi hutan tersebut.

korban sekarang berada di LP Cikawung sudah hampir 53 hari dan belun ada juga status yang jelan menjadi tahanannya.

Minggu, 04 September 2011

apakah benar saudara kita yang 5 orang melakukan pelanggaran UU 41 thn 1999 Pasal 50 huruf e?

Pasal 50

(1) Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan.

(2) Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan.

(3) Setiap orang dilarang:

  1. mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah;
  2. merambah kawasan hutan;
  3. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan:
    1. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau;
    2. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa;
    3. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai;
    4. 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai;
    5. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang;
    6. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.
  4. membakar hutan;
  5. menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang;
  6. menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah;
  7. melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa izin Menteri;
  8. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan;
  9. menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang;
  10. membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang;
  11. membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang;
  12. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam kawasan hutan; dan
  13. mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang.

(4) Ketentuan tentang mengeluarkan, membawa, dan atau mengangkut tumbuhan dan atau satwa yang dilindungi, diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

tanah Terlantar di Kab.Bandung 2006

  1. PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VIII (Persero) tgl SK 15/10/1997, No SK 124/HGU/BPN/1997, tgl Berakhir 31/12/2022.Desa Santosa, Neglasari Kecamatan Kertasari luasan 1621,0900 Ha Proses ralat SK
  2. PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VIII (Persero) tgl SK 15/10/1997, No SK 124/HGU/BPN/1997 Tgl Berakhir 31/12/2022 Desa Purbasari, Warnasari, Sukaluyu, Margaluyu, Kecamatan Pangalengan dengal Luasan 1432,0800

Jumat, 26 Agustus 2011

Kilang lepas pantai Job Medco Tiaka diserang oleh sekelompok pengunjukrasa, Senin (22/8/2011) siang.

Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng) Brigadir Jenderal (Brigjend) Dewa Parsana saat dikonfirmasi INILAH.COM Selasa (23/8/2011) malam membenarkan hal tersebut. Dia mengatakan kejadian Senin 22 Agustus 2011 kemarin merupakan buntut dari kejadian pada Sabtu 2 Agustus 2011 lalu.

Menurut Dewa, penyerangan terjadi sekitar pukul 14.00 Wita sebanyak 150-an orang dengan menggunakan lima perahu joloro mendatangi kilang di Tiaka. Tanpa basa basi mereka menyerang aparat yang berjaga di tempat tersebut. Aparat berjaga sekitar 70 orang tak mampu menghalau mereka.

"Mereka datang dan marah-marah tanpa alasan yang jelas. Katanya mau ketemu dengan pimpinannnya yang masih berada di Jakarta. Mereka tidak terima dan merusak peralatan instalasi pipa pengilangan," terang Dewa.

Kapolda menambahkan, diduga mereka menyerang karena sebelumnya, Minggu 21 Agustus 2011, dua orang karyawan JOB Medco yang disandera pengunjukrasa dari desa Kolobawa kecamatan Mamosalato, kabupaten Morowali, Sulteng kabur dari sekapan mereka. Sehingga, pada Senin kemarin mereka mendatangi kilang dan merusak.

Selanjutnya, Dewa menambahkan, setelah pengunjukrasa merusak dengan cara memotong-motong kabel dan meledakkan pipa mereka dipukul mundur. Akan tetapi, mereka menyandera dua orang polisi dan satu dari TNI AL yang berjaga. " Dua polisi dan satu TNI ini kebetulan membawa senjata. Setelah kabur, di tengah laut perahu mereka kehabisan bahan bakar. Salah seorang dari mereka kemudian menghubungi orang perusahaan JOB Medco agar mengantarkan BBM. Kata mereka, kalau tidak keempat orang aparat ini tidak dijamin keselamatannya," ujar Dewa.

Mengetahui ancaman kelompok tersebut, 15 orang dari Brimob Polda Sulteng diberangkatkan untuk mengantarkan solar sekaligus untuk mengambil sandera. Terjadi keributan di laut, akhirnya empat aparat berhasil dievakuasi ke kapal polisi. Akan tetapi, tiga pucuk senapan milik aparat tidak berhasil diselamatkan.

Akibatnya, aksi saling serang tak terelakkan. Dua korban tewas dari pihak kelompok masyarakat. Diketahui keduanya adalah mahasiswa satu orang berasal dari desa Kolobawa, satunya lagi mahasiswa asal Menado yang sudah dipulangkan ke kampungnya.

"Sebenarnya kami juga tidak ingin tembak langsung tapi kondisinya tidak memungkinkan. Mereka memegang tiga senjata. Sebaiknya ini menjadi pengalaman agar masyarakat jangan diprovokatori, akibatnya warga yang menjadi korban," katanya.

Kapolda menyayangkan penyerangan yang dilakukan oleh warga di sekitar kilang Tiaka, mereka meledakkan salah satu pipa beracun. Sehingga, jika dibiarkan dapat menelan korban jiwa yang lebih banyak lagi. Karena alasan itu pula, aparat kepolisian, Koramil dan TNI AL bertindak tegas terhadap pengunjukrasa.

Dari insiden ini, 23 orang diamankan oleh aparat kepolisian, 17 orang diantaranya dari perahu yang digunakan warga menyandera aparat. Adapun enam orang yang terkena luka tembak msing-masing koordinatornya Andri Sondeng (25) terkana tembak pada dada sebelah kanan, Taslim (28) luka tembak pada lengan kanan.

Lainnya, Halik (20) luka tembak pada paha kiri, Jeinuddin (31) luka tembak pada paha kanan, Pahruddin (15) luka tembak pada jari kaki tengah sebelah kiri, Yoarifin (24) luka tembak pada lengan kanan dan Alwi (23) luka tembak pda paha kanan.

Kapolda mengatakan 23 orang yang diamankan saat ini dalam perjalanan menuju Mapolda Sulteg untuk kepentingan penyelidikan dan akan dimintai keterangan.[iaf]

Kamis, 18 Agustus 2011

Kronologis Tindakan Pengrusakan Rumah dan Penganiayaan terhadap Korban Gempa Pangalengan

Warga Walatra tidak menyangka sedikit pun bahwa akan ada pengrusakan Rumah hingga penganiayaan dan ancaman terhadap warga dari pihak PTPN VIII.

Tepat jam 11.30 ( setengah dua belas )siang pihak PTPN VIII Mengerahkan masa untuk mengusir warga Walatra sekitar 500 Orang dengan kondisi Minun ( Mabuk ), kedatangan mereka bukan hanya sekedar ingin mengusir namun Pengrusakan Rumah Warga pun dilakukan sampai sempat menantang warga untuk berkelahi, terdapat 15 rumah yang rusak sedangkan rumah yang rusak total ada dua salah satunya Rumah Surya salah satu aktivis dan yang di tuakan warga di walatra, kedatangan mereka berawal dari : 1. Tuntutan PTPN yang dimana lahan tersebut sudah seharusnya di tinggalkan oleh pengungsi di karnakan akan dilakukan penanam Teh, 2. Keirian Warga Karyawan PTPN VIII yang selama ini terlihat warga sangat nyaman sampai pernah melihat salah satu Rumah yang di dalamnya terdapat barang-barang mewah dan rumah yang bagus sehingga timbul pertanyaan “ masa iya pengungsi memiliki rumah yang sebagus ini yang terdapat di dalamnya barang2 mewah ( Kulkas, TV, Betap, Klosed dll ) begitu ucapnya.

Dari jumlah masa 500 Orang tersebut kebanyakannya Preman, Tukang Ojeg dan Karyawan Musiman yang di Akomodir oleh satu pegawai PTPN dan di bantu oleh Preman yang bernama Ayi Bedog untuk melakukan penyerangan terhadap Warga Walatra.

Kondisi Warga walatara : sebelum bencana Gempa datang 2009, warga walatra awalnya tinggal di kp. Marga kawit, Marga kawit salah satu daerah yang secara Administrasinya adalah lahan Carik Desa yang mempunyai wilayah kemriringan 450-600, dengan jumlah Penduduk sebanyak 450 KK dari 2 Rw. Disaat Gempa datang Warga Marga kawit tersebut hampir semua mengungsi ke lahan PTPN VIII ( Walatra tesebut ) sampai saat ini yang masih bertahan sebanyak 75-80 KK atau kurang lebih 300 Jiwa,dua tahun sudah mereka di pengungsian dengan alasan mereka bertahan salah satunya ada yang tidak mempunyai Rumah di Marga kawit dan sebelumnya numpang terhadap Orang tuanya, ada juga yang Rumahnya Rusak total dan tidak bisa memperbaiki lagi dan juga khawatir dengan kondisi tanah yang saat ini selain dikatakan tidak layak huni oleh pakar dan ahli Tanah maupun Lingkungan sat ini juga terdapat Truk yang berlalulalang sehingga menimbulkan getaran, sangat wajar sekali jika masarakat walatra sangat ketakutan dan mencoba bertahan di walatra.

Sikap Warga saat Ini : akan tetap bertahan dengan alasan kami minta kebijakan dari pemerintah yang di awal mereka menjanjikan untuk tetep tinggal diwaltra, Relokasi di tolak dengan alasan daerah yang diberikan sama di daerah kemiringan, dan alasan lainnya kami bukan di janjikan rekontruksi akan tetapi relokasi dan nyatanya relokasinya tidak sesuai apa yang diharapkan dengan kata lain tidak layak untuk dihuni.

Kronologis dari Bung Amran

Mungkin rata-rata masyarakat di negeri ini beranggapan, bahwa persoalan penanganan terhadap warga korban gempa jabar 2009, khususnya di Pangalengan telah tuntas ditangani pemerintah. Namun, perlu diketahui, bahwa sampai saat ini (saat tulisan ini dibuat), warga korban gempa tersebut tak hentinya mendapat tekanan, ancaman, penghinaan, bahkan kekinian mendapatkan tindak perusakan dan pemukulan.

Ini semua terjadi, karena korban gempa jabar 2009 tersebut menduduki tanah PTPN VIII atas dasar pernyataan ketidaklayakan tempat huni asal—kp. Marga Kawit, Desa Sukamanah, Kec. Pangalengan—dari Dede Yusuf (Wagub Jabar), dengan tolok ukur tentang kelayakan kondisi lahan hunian yaitu: kemiringan tanah 450-600, pasak bumi yang telah habis, rawan longsor, dan permukaan tanah yang mudah bergetar (ketika kendaraan besar melintas).

Pernyataan ini kemudian diperkuat dengan surat rekomendasi DPRD Komisi A Kab. Bandung, tertanggal 16 November 2009 yang berisi bahwa: “sementara hingga ada tempat untuk relokasi resmi dari pemerintah daerah, warga korban gempa jabar 2009 direkomendasikan untuk menduduki lahan HGU PTPN VIII Malabar sebagai tempat huni, tanpa ada gangguan dari pihak mana pun”.

Surat rekomendasi dari DPRD Komisi A Kab Bandung tersebut, lebih mendapat penjelasan ketika dibuat surat kesepakatan antara Warga Walatra dan Pihak PTPN VIII bertanggal 16 Desember 2009 yang ditandatangani oleh Undang Kosasih (wakil adm). Isi dari kesepakatan tersebut di antaranya adalah: “bahwa pihak warga dan PTPN harus saling tidak melanggar batas yang telah disepakati (2 Ha untuk lahan hunian warga Walatra sampai ada relokasi resmi dari pemerintah), warga korban gempa tidak membuat rumah permanen di atas lahan Walatra, dll.

Meski warga korban gempa bumi jabar 2009, Walatra, memiliki kelegalan hukum dengan bukti-bukti dokumen di atas, namun mereka tetap saja mengalami tekanan, teror, penghinaan, ancaman, hingga perusakan, penjarahan dan pemukulan. Tercatat telah empat kali serangan fisik dari pihak PTPN VIII yang bermaksud mengusir warga Walatra.

Pertama: pada tanggal 16 Desember tahun 2009, tiga truk massa kebun beserta Undang Kosasih (wakil adm), Kamal, Fadli (waktu itu warga korban bencana gempa jabar 2009 masih tingal di bawah tenda-tenda pengungsian).

Investigasi Pencemaran Limbah Oleh Ultra Peternakan Bandung Selatan ( UPBS )

UPBS salah satu perusahan yang berproduksi susu ultra yang ada di pangalengan dengan salah satu capaian peningkatan kualitas dan kehigienisannya susu sapi, dengan di bantu oleh pakar ahli ternak dari australia termasuk sapi ternaknya pun di pasok dari sana, UPBS secara administrasi lokasinya berada di lahan Hak Guna Usaha ( HGU ) yang sebelumnya di pakai oleh PT Alba.

Hasil dari survey di lokasi bahwa teridentivikasi ada kelemah di UPBS tersebut karena secara aturan dan administrasi tidak dilakukan dengan baik, disaat bertanaya kepada kepala desa, warga dan tokoh masayarakat terkait analisis mengenai dampak lingkungannya tidak diketahui masyarakat Cieurih, UPL dan UKL nya tidak meibatkan masyarakat namun IMB sudah diketahui dengan ijin jumlah luasan yang digunakan sebanyak 70 Ha.

Keluhan yang dirasakan masyarakat :

1. Banyak Wabah nyamuk

2. Mengakibatkan Bau amis

3. Terganggu dengan banyaknya kendaraan besar yang bisa membahanyaka anak-anaki dan rusaknya jalan

4. Merusak Lingkungan yang tadinya baik

5. Mengakibatkan ke gaduhan

Pembuangan Limbah Kotoran maupun Pakan ternak sapi : setelah kelokasi bahwa dibenarkan apa yang bicarakan masyarakat bahwa pembuangan Limbah Ternak di alirkan ke Situ Cileunca yang secara letak geografisnya ada di Ujung atau di Buntut Situ cileunca tersebut, sebagianya di pakai Pupuk untuk menganyumi rumput gajah, tidak terlihatnya Intalasi Pengelolaan Air Limbah ( IPAL ).