wanapasa

wanapasa
wanapasa

Kamis, 18 Agustus 2011

Kronologis Tindakan Pengrusakan Rumah dan Penganiayaan terhadap Korban Gempa Pangalengan

Warga Walatra tidak menyangka sedikit pun bahwa akan ada pengrusakan Rumah hingga penganiayaan dan ancaman terhadap warga dari pihak PTPN VIII.

Tepat jam 11.30 ( setengah dua belas )siang pihak PTPN VIII Mengerahkan masa untuk mengusir warga Walatra sekitar 500 Orang dengan kondisi Minun ( Mabuk ), kedatangan mereka bukan hanya sekedar ingin mengusir namun Pengrusakan Rumah Warga pun dilakukan sampai sempat menantang warga untuk berkelahi, terdapat 15 rumah yang rusak sedangkan rumah yang rusak total ada dua salah satunya Rumah Surya salah satu aktivis dan yang di tuakan warga di walatra, kedatangan mereka berawal dari : 1. Tuntutan PTPN yang dimana lahan tersebut sudah seharusnya di tinggalkan oleh pengungsi di karnakan akan dilakukan penanam Teh, 2. Keirian Warga Karyawan PTPN VIII yang selama ini terlihat warga sangat nyaman sampai pernah melihat salah satu Rumah yang di dalamnya terdapat barang-barang mewah dan rumah yang bagus sehingga timbul pertanyaan “ masa iya pengungsi memiliki rumah yang sebagus ini yang terdapat di dalamnya barang2 mewah ( Kulkas, TV, Betap, Klosed dll ) begitu ucapnya.

Dari jumlah masa 500 Orang tersebut kebanyakannya Preman, Tukang Ojeg dan Karyawan Musiman yang di Akomodir oleh satu pegawai PTPN dan di bantu oleh Preman yang bernama Ayi Bedog untuk melakukan penyerangan terhadap Warga Walatra.

Kondisi Warga walatara : sebelum bencana Gempa datang 2009, warga walatra awalnya tinggal di kp. Marga kawit, Marga kawit salah satu daerah yang secara Administrasinya adalah lahan Carik Desa yang mempunyai wilayah kemriringan 450-600, dengan jumlah Penduduk sebanyak 450 KK dari 2 Rw. Disaat Gempa datang Warga Marga kawit tersebut hampir semua mengungsi ke lahan PTPN VIII ( Walatra tesebut ) sampai saat ini yang masih bertahan sebanyak 75-80 KK atau kurang lebih 300 Jiwa,dua tahun sudah mereka di pengungsian dengan alasan mereka bertahan salah satunya ada yang tidak mempunyai Rumah di Marga kawit dan sebelumnya numpang terhadap Orang tuanya, ada juga yang Rumahnya Rusak total dan tidak bisa memperbaiki lagi dan juga khawatir dengan kondisi tanah yang saat ini selain dikatakan tidak layak huni oleh pakar dan ahli Tanah maupun Lingkungan sat ini juga terdapat Truk yang berlalulalang sehingga menimbulkan getaran, sangat wajar sekali jika masarakat walatra sangat ketakutan dan mencoba bertahan di walatra.

Sikap Warga saat Ini : akan tetap bertahan dengan alasan kami minta kebijakan dari pemerintah yang di awal mereka menjanjikan untuk tetep tinggal diwaltra, Relokasi di tolak dengan alasan daerah yang diberikan sama di daerah kemiringan, dan alasan lainnya kami bukan di janjikan rekontruksi akan tetapi relokasi dan nyatanya relokasinya tidak sesuai apa yang diharapkan dengan kata lain tidak layak untuk dihuni.

Kronologis dari Bung Amran

Mungkin rata-rata masyarakat di negeri ini beranggapan, bahwa persoalan penanganan terhadap warga korban gempa jabar 2009, khususnya di Pangalengan telah tuntas ditangani pemerintah. Namun, perlu diketahui, bahwa sampai saat ini (saat tulisan ini dibuat), warga korban gempa tersebut tak hentinya mendapat tekanan, ancaman, penghinaan, bahkan kekinian mendapatkan tindak perusakan dan pemukulan.

Ini semua terjadi, karena korban gempa jabar 2009 tersebut menduduki tanah PTPN VIII atas dasar pernyataan ketidaklayakan tempat huni asal—kp. Marga Kawit, Desa Sukamanah, Kec. Pangalengan—dari Dede Yusuf (Wagub Jabar), dengan tolok ukur tentang kelayakan kondisi lahan hunian yaitu: kemiringan tanah 450-600, pasak bumi yang telah habis, rawan longsor, dan permukaan tanah yang mudah bergetar (ketika kendaraan besar melintas).

Pernyataan ini kemudian diperkuat dengan surat rekomendasi DPRD Komisi A Kab. Bandung, tertanggal 16 November 2009 yang berisi bahwa: “sementara hingga ada tempat untuk relokasi resmi dari pemerintah daerah, warga korban gempa jabar 2009 direkomendasikan untuk menduduki lahan HGU PTPN VIII Malabar sebagai tempat huni, tanpa ada gangguan dari pihak mana pun”.

Surat rekomendasi dari DPRD Komisi A Kab Bandung tersebut, lebih mendapat penjelasan ketika dibuat surat kesepakatan antara Warga Walatra dan Pihak PTPN VIII bertanggal 16 Desember 2009 yang ditandatangani oleh Undang Kosasih (wakil adm). Isi dari kesepakatan tersebut di antaranya adalah: “bahwa pihak warga dan PTPN harus saling tidak melanggar batas yang telah disepakati (2 Ha untuk lahan hunian warga Walatra sampai ada relokasi resmi dari pemerintah), warga korban gempa tidak membuat rumah permanen di atas lahan Walatra, dll.

Meski warga korban gempa bumi jabar 2009, Walatra, memiliki kelegalan hukum dengan bukti-bukti dokumen di atas, namun mereka tetap saja mengalami tekanan, teror, penghinaan, ancaman, hingga perusakan, penjarahan dan pemukulan. Tercatat telah empat kali serangan fisik dari pihak PTPN VIII yang bermaksud mengusir warga Walatra.

Pertama: pada tanggal 16 Desember tahun 2009, tiga truk massa kebun beserta Undang Kosasih (wakil adm), Kamal, Fadli (waktu itu warga korban bencana gempa jabar 2009 masih tingal di bawah tenda-tenda pengungsian).

Investigasi Pencemaran Limbah Oleh Ultra Peternakan Bandung Selatan ( UPBS )

UPBS salah satu perusahan yang berproduksi susu ultra yang ada di pangalengan dengan salah satu capaian peningkatan kualitas dan kehigienisannya susu sapi, dengan di bantu oleh pakar ahli ternak dari australia termasuk sapi ternaknya pun di pasok dari sana, UPBS secara administrasi lokasinya berada di lahan Hak Guna Usaha ( HGU ) yang sebelumnya di pakai oleh PT Alba.

Hasil dari survey di lokasi bahwa teridentivikasi ada kelemah di UPBS tersebut karena secara aturan dan administrasi tidak dilakukan dengan baik, disaat bertanaya kepada kepala desa, warga dan tokoh masayarakat terkait analisis mengenai dampak lingkungannya tidak diketahui masyarakat Cieurih, UPL dan UKL nya tidak meibatkan masyarakat namun IMB sudah diketahui dengan ijin jumlah luasan yang digunakan sebanyak 70 Ha.

Keluhan yang dirasakan masyarakat :

1. Banyak Wabah nyamuk

2. Mengakibatkan Bau amis

3. Terganggu dengan banyaknya kendaraan besar yang bisa membahanyaka anak-anaki dan rusaknya jalan

4. Merusak Lingkungan yang tadinya baik

5. Mengakibatkan ke gaduhan

Pembuangan Limbah Kotoran maupun Pakan ternak sapi : setelah kelokasi bahwa dibenarkan apa yang bicarakan masyarakat bahwa pembuangan Limbah Ternak di alirkan ke Situ Cileunca yang secara letak geografisnya ada di Ujung atau di Buntut Situ cileunca tersebut, sebagianya di pakai Pupuk untuk menganyumi rumput gajah, tidak terlihatnya Intalasi Pengelolaan Air Limbah ( IPAL ).

2 komentar:

  1. 1. Musim kemarau mah dimana-mana banyak nyamuk..
    2. Bau amis radiusnya kecil, tidak sampai ke perkampungan
    3. Para petani pun banyak yang mempunyai kendaraan besar/truk, tanki KPBS juga besar..tidak hanya UPBS yang punya kendaraan besar
    4. Lingkungan semakin baik dgn adanya UPBS, sarana jalan, lowongan kerja utk warga sekitar..
    5. Warga sekitar banyak yg punya motor trail, mereka srg kebut2an, suaranya lebih gaduh daripada bunyi produksi UPBS
    6. Limbah banyak diminta petani lokal utk kebun mereka,terjadi Mutualisma
    7. Pakan sisa banyak diminta peternak lokal,terjadi Mutualisma
    8. Hanya terjadi satu kali peristiwa bocornya limbah ke Cileunca.

    BalasHapus
  2. Kalo mau nulis...tulislah tanpa adanya tendensi..netral...,kalo nadanya berbau Provokasi dan berat sebelah, kamu bisa di somasi. Daripada nulis yg gak karu-karuan, buatlah tulisan ilmiah yg konstruktif. Sakola weh nu bener. Lebih baik diam kalo gak tau apa2 drpda ngomong ngaco. Kalo mau nulis...tulislah tanpa adanya tendensi..netral...,kalo nadanya berbau Provokasi dan berat sebelah, kamu bisa di somasi. Daripada nulis yg gak karu-karuan, buatlah tulisan ilmiah yg konstruktif. Sakola weh nu bener. Lebih baik diam kalo gak tau apa2 drpda ngomong ngaco.

    BalasHapus