wanapasa

wanapasa
wanapasa

Jumat, 26 Agustus 2011

Kilang lepas pantai Job Medco Tiaka diserang oleh sekelompok pengunjukrasa, Senin (22/8/2011) siang.

Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng) Brigadir Jenderal (Brigjend) Dewa Parsana saat dikonfirmasi INILAH.COM Selasa (23/8/2011) malam membenarkan hal tersebut. Dia mengatakan kejadian Senin 22 Agustus 2011 kemarin merupakan buntut dari kejadian pada Sabtu 2 Agustus 2011 lalu.

Menurut Dewa, penyerangan terjadi sekitar pukul 14.00 Wita sebanyak 150-an orang dengan menggunakan lima perahu joloro mendatangi kilang di Tiaka. Tanpa basa basi mereka menyerang aparat yang berjaga di tempat tersebut. Aparat berjaga sekitar 70 orang tak mampu menghalau mereka.

"Mereka datang dan marah-marah tanpa alasan yang jelas. Katanya mau ketemu dengan pimpinannnya yang masih berada di Jakarta. Mereka tidak terima dan merusak peralatan instalasi pipa pengilangan," terang Dewa.

Kapolda menambahkan, diduga mereka menyerang karena sebelumnya, Minggu 21 Agustus 2011, dua orang karyawan JOB Medco yang disandera pengunjukrasa dari desa Kolobawa kecamatan Mamosalato, kabupaten Morowali, Sulteng kabur dari sekapan mereka. Sehingga, pada Senin kemarin mereka mendatangi kilang dan merusak.

Selanjutnya, Dewa menambahkan, setelah pengunjukrasa merusak dengan cara memotong-motong kabel dan meledakkan pipa mereka dipukul mundur. Akan tetapi, mereka menyandera dua orang polisi dan satu dari TNI AL yang berjaga. " Dua polisi dan satu TNI ini kebetulan membawa senjata. Setelah kabur, di tengah laut perahu mereka kehabisan bahan bakar. Salah seorang dari mereka kemudian menghubungi orang perusahaan JOB Medco agar mengantarkan BBM. Kata mereka, kalau tidak keempat orang aparat ini tidak dijamin keselamatannya," ujar Dewa.

Mengetahui ancaman kelompok tersebut, 15 orang dari Brimob Polda Sulteng diberangkatkan untuk mengantarkan solar sekaligus untuk mengambil sandera. Terjadi keributan di laut, akhirnya empat aparat berhasil dievakuasi ke kapal polisi. Akan tetapi, tiga pucuk senapan milik aparat tidak berhasil diselamatkan.

Akibatnya, aksi saling serang tak terelakkan. Dua korban tewas dari pihak kelompok masyarakat. Diketahui keduanya adalah mahasiswa satu orang berasal dari desa Kolobawa, satunya lagi mahasiswa asal Menado yang sudah dipulangkan ke kampungnya.

"Sebenarnya kami juga tidak ingin tembak langsung tapi kondisinya tidak memungkinkan. Mereka memegang tiga senjata. Sebaiknya ini menjadi pengalaman agar masyarakat jangan diprovokatori, akibatnya warga yang menjadi korban," katanya.

Kapolda menyayangkan penyerangan yang dilakukan oleh warga di sekitar kilang Tiaka, mereka meledakkan salah satu pipa beracun. Sehingga, jika dibiarkan dapat menelan korban jiwa yang lebih banyak lagi. Karena alasan itu pula, aparat kepolisian, Koramil dan TNI AL bertindak tegas terhadap pengunjukrasa.

Dari insiden ini, 23 orang diamankan oleh aparat kepolisian, 17 orang diantaranya dari perahu yang digunakan warga menyandera aparat. Adapun enam orang yang terkena luka tembak msing-masing koordinatornya Andri Sondeng (25) terkana tembak pada dada sebelah kanan, Taslim (28) luka tembak pada lengan kanan.

Lainnya, Halik (20) luka tembak pada paha kiri, Jeinuddin (31) luka tembak pada paha kanan, Pahruddin (15) luka tembak pada jari kaki tengah sebelah kiri, Yoarifin (24) luka tembak pada lengan kanan dan Alwi (23) luka tembak pda paha kanan.

Kapolda mengatakan 23 orang yang diamankan saat ini dalam perjalanan menuju Mapolda Sulteg untuk kepentingan penyelidikan dan akan dimintai keterangan.[iaf]

Kamis, 18 Agustus 2011

Kronologis Tindakan Pengrusakan Rumah dan Penganiayaan terhadap Korban Gempa Pangalengan

Warga Walatra tidak menyangka sedikit pun bahwa akan ada pengrusakan Rumah hingga penganiayaan dan ancaman terhadap warga dari pihak PTPN VIII.

Tepat jam 11.30 ( setengah dua belas )siang pihak PTPN VIII Mengerahkan masa untuk mengusir warga Walatra sekitar 500 Orang dengan kondisi Minun ( Mabuk ), kedatangan mereka bukan hanya sekedar ingin mengusir namun Pengrusakan Rumah Warga pun dilakukan sampai sempat menantang warga untuk berkelahi, terdapat 15 rumah yang rusak sedangkan rumah yang rusak total ada dua salah satunya Rumah Surya salah satu aktivis dan yang di tuakan warga di walatra, kedatangan mereka berawal dari : 1. Tuntutan PTPN yang dimana lahan tersebut sudah seharusnya di tinggalkan oleh pengungsi di karnakan akan dilakukan penanam Teh, 2. Keirian Warga Karyawan PTPN VIII yang selama ini terlihat warga sangat nyaman sampai pernah melihat salah satu Rumah yang di dalamnya terdapat barang-barang mewah dan rumah yang bagus sehingga timbul pertanyaan “ masa iya pengungsi memiliki rumah yang sebagus ini yang terdapat di dalamnya barang2 mewah ( Kulkas, TV, Betap, Klosed dll ) begitu ucapnya.

Dari jumlah masa 500 Orang tersebut kebanyakannya Preman, Tukang Ojeg dan Karyawan Musiman yang di Akomodir oleh satu pegawai PTPN dan di bantu oleh Preman yang bernama Ayi Bedog untuk melakukan penyerangan terhadap Warga Walatra.

Kondisi Warga walatara : sebelum bencana Gempa datang 2009, warga walatra awalnya tinggal di kp. Marga kawit, Marga kawit salah satu daerah yang secara Administrasinya adalah lahan Carik Desa yang mempunyai wilayah kemriringan 450-600, dengan jumlah Penduduk sebanyak 450 KK dari 2 Rw. Disaat Gempa datang Warga Marga kawit tersebut hampir semua mengungsi ke lahan PTPN VIII ( Walatra tesebut ) sampai saat ini yang masih bertahan sebanyak 75-80 KK atau kurang lebih 300 Jiwa,dua tahun sudah mereka di pengungsian dengan alasan mereka bertahan salah satunya ada yang tidak mempunyai Rumah di Marga kawit dan sebelumnya numpang terhadap Orang tuanya, ada juga yang Rumahnya Rusak total dan tidak bisa memperbaiki lagi dan juga khawatir dengan kondisi tanah yang saat ini selain dikatakan tidak layak huni oleh pakar dan ahli Tanah maupun Lingkungan sat ini juga terdapat Truk yang berlalulalang sehingga menimbulkan getaran, sangat wajar sekali jika masarakat walatra sangat ketakutan dan mencoba bertahan di walatra.

Sikap Warga saat Ini : akan tetap bertahan dengan alasan kami minta kebijakan dari pemerintah yang di awal mereka menjanjikan untuk tetep tinggal diwaltra, Relokasi di tolak dengan alasan daerah yang diberikan sama di daerah kemiringan, dan alasan lainnya kami bukan di janjikan rekontruksi akan tetapi relokasi dan nyatanya relokasinya tidak sesuai apa yang diharapkan dengan kata lain tidak layak untuk dihuni.

Kronologis dari Bung Amran

Mungkin rata-rata masyarakat di negeri ini beranggapan, bahwa persoalan penanganan terhadap warga korban gempa jabar 2009, khususnya di Pangalengan telah tuntas ditangani pemerintah. Namun, perlu diketahui, bahwa sampai saat ini (saat tulisan ini dibuat), warga korban gempa tersebut tak hentinya mendapat tekanan, ancaman, penghinaan, bahkan kekinian mendapatkan tindak perusakan dan pemukulan.

Ini semua terjadi, karena korban gempa jabar 2009 tersebut menduduki tanah PTPN VIII atas dasar pernyataan ketidaklayakan tempat huni asal—kp. Marga Kawit, Desa Sukamanah, Kec. Pangalengan—dari Dede Yusuf (Wagub Jabar), dengan tolok ukur tentang kelayakan kondisi lahan hunian yaitu: kemiringan tanah 450-600, pasak bumi yang telah habis, rawan longsor, dan permukaan tanah yang mudah bergetar (ketika kendaraan besar melintas).

Pernyataan ini kemudian diperkuat dengan surat rekomendasi DPRD Komisi A Kab. Bandung, tertanggal 16 November 2009 yang berisi bahwa: “sementara hingga ada tempat untuk relokasi resmi dari pemerintah daerah, warga korban gempa jabar 2009 direkomendasikan untuk menduduki lahan HGU PTPN VIII Malabar sebagai tempat huni, tanpa ada gangguan dari pihak mana pun”.

Surat rekomendasi dari DPRD Komisi A Kab Bandung tersebut, lebih mendapat penjelasan ketika dibuat surat kesepakatan antara Warga Walatra dan Pihak PTPN VIII bertanggal 16 Desember 2009 yang ditandatangani oleh Undang Kosasih (wakil adm). Isi dari kesepakatan tersebut di antaranya adalah: “bahwa pihak warga dan PTPN harus saling tidak melanggar batas yang telah disepakati (2 Ha untuk lahan hunian warga Walatra sampai ada relokasi resmi dari pemerintah), warga korban gempa tidak membuat rumah permanen di atas lahan Walatra, dll.

Meski warga korban gempa bumi jabar 2009, Walatra, memiliki kelegalan hukum dengan bukti-bukti dokumen di atas, namun mereka tetap saja mengalami tekanan, teror, penghinaan, ancaman, hingga perusakan, penjarahan dan pemukulan. Tercatat telah empat kali serangan fisik dari pihak PTPN VIII yang bermaksud mengusir warga Walatra.

Pertama: pada tanggal 16 Desember tahun 2009, tiga truk massa kebun beserta Undang Kosasih (wakil adm), Kamal, Fadli (waktu itu warga korban bencana gempa jabar 2009 masih tingal di bawah tenda-tenda pengungsian).

Investigasi Pencemaran Limbah Oleh Ultra Peternakan Bandung Selatan ( UPBS )

UPBS salah satu perusahan yang berproduksi susu ultra yang ada di pangalengan dengan salah satu capaian peningkatan kualitas dan kehigienisannya susu sapi, dengan di bantu oleh pakar ahli ternak dari australia termasuk sapi ternaknya pun di pasok dari sana, UPBS secara administrasi lokasinya berada di lahan Hak Guna Usaha ( HGU ) yang sebelumnya di pakai oleh PT Alba.

Hasil dari survey di lokasi bahwa teridentivikasi ada kelemah di UPBS tersebut karena secara aturan dan administrasi tidak dilakukan dengan baik, disaat bertanaya kepada kepala desa, warga dan tokoh masayarakat terkait analisis mengenai dampak lingkungannya tidak diketahui masyarakat Cieurih, UPL dan UKL nya tidak meibatkan masyarakat namun IMB sudah diketahui dengan ijin jumlah luasan yang digunakan sebanyak 70 Ha.

Keluhan yang dirasakan masyarakat :

1. Banyak Wabah nyamuk

2. Mengakibatkan Bau amis

3. Terganggu dengan banyaknya kendaraan besar yang bisa membahanyaka anak-anaki dan rusaknya jalan

4. Merusak Lingkungan yang tadinya baik

5. Mengakibatkan ke gaduhan

Pembuangan Limbah Kotoran maupun Pakan ternak sapi : setelah kelokasi bahwa dibenarkan apa yang bicarakan masyarakat bahwa pembuangan Limbah Ternak di alirkan ke Situ Cileunca yang secara letak geografisnya ada di Ujung atau di Buntut Situ cileunca tersebut, sebagianya di pakai Pupuk untuk menganyumi rumput gajah, tidak terlihatnya Intalasi Pengelolaan Air Limbah ( IPAL ).

Rapat Dengar Pendapat Raperda PHBM Hotel Horizon Bandung

Raperda ini sebelumnya pernah di bahas bersama Walhi jabar terhapat isi Raperda PHBM yang konteknya membahasas kembali, sehingga bias di di rumuskan kembali bila ada temuan kekurangan baik dalam peran masyarakatnya maupun dari sisi Ekologisnya.

Walhi Jabar : Diharapkan ada sosiali sasi Publik yang Luas sekaligus peran untuk pembahan tersebut juga harus bias melibatkan masyarakata yang banyak, dari sisi kebijakan jangan sampai tumpang tindih terhadap kebijakan pusat terhapap Konservasi maupun pengolaan hutan bersama masyarakat ini, untuk sangsi bisa di pertegas,

LMDH : Pansus harus preposianal dalam perumuran Raperda ini, betul yang di katakana Walhi bahwa dalam isi Raperda tersebut belum banyak secara tegas terkait Ketrlibatan Masyarakat, Sangsi pun juga sangat belum jelas dalam Raperda ini.

H. Nandang : Muatan yang ada dalam Raperda ini masih yang lalu artinya belum ada kontek Terhadapa Rakyatnya ngejo karna yang di tonjolkannya terhadap Ekologis sehingga belum ada hal yang sinergis dalam upaya bagaimana Hutan Hejo Rakyatnya juga Ngejo.

HKTI : Raperda ini sebetulnya mengaju ke Gubernur bukan Peraturan Daerah, dilihat dari judul yang tidak Tepat yang saya inginkan judulnya Perlindngan terhadapa masyarakat,Fungsi hutan harus ada harmoni dari Hutan dan Masyarakat Plitekel yang kita butuhkan adalah politikel Nid bukan Wil, ada 3 rumusan yang mnjadi penting yaitu Memainkan dari sisi Regulasi, Menunjang dari kebijakan-kebijakan, Dunia Usaha dari sisi ini juga sangat strategis dari nilai tambah ekonomi dan nilai tambah Pemberdayaan, bagaimana kerkaitan denagn pusat maupun dengan kota sehingga perda ini tepat sasara sehingga perda ini tidak menjadi hambatan naumun menjadi solusi untuk menjawab persoalan, Ada Hak dan Kewajiban sedangkan Paradigma yang diharapakn ada kontek pendididkan, Pemberdayaaan dan peningkatan Kualitan Kordikanasi, karakter Pemda menurut saya ada Komitmen, Perda harus menjadi utuh dalam menegaKKAN Harmoni dalam tatanan Regulasi, menjadi intregator dalam melakukan rajutan dalam melakukan kebijakan, menjadi petunjuk arah setiap warga Negara melakukan hak-haknya, perda harus ada yang menyambungkan suasana terhadap akses yang diharapkan masyarakat, memiliki alat ukur yang jelas dalam melaksanakan amat hokum, Pendampingan Scara Hukum, Pengawalan, Pengamanan dan Pelaksanaan.

KTHA Jabar : Nama Pengeloaan bersama masyarkata dan oengeloaan Hak masyarakat, harus ada keterkaitan kepada nilai-nilai masyarakat, Perda ini menjadi pendukung dari permasalah dari progaram2 PHBM, sejauh mana Objektivitas yang kami rasakan salama ini Dari SDM atau yang lainnya sudah bisa dirasakan,

GTI : Dari ketentuan umun harus di dalami kembalai karna muntuk pengelolaan hutam bukan hanya Pemerintah saja banyak yang lainnya, LMDH sering dikatan bahwa LMDH sering dikatan anak Perhutani hal ii saya igin di jelaskan dan diklaripikasi,

FPLH : FPLH tidak rela dari Raperda ini karna saya melihat upaya ini dilakukan penjurumusan dari pemerintah itu sendiri, dalam arti Tim pakar harus bisa betul-betul harus bisa melakukan perumusan yang baik, Mohon kedepan Tim pakar jangan di pakai lagi karena bahaya, Sistemaka penyusunan satu-satunya sangat tidak jelas sekali nagwur yang dimana UU di atas bisa dimasukan kembali di ndraf yang lain, Perda perlu direvisi yang saya menginkan Perlu dari sisi perlindungan dan pemberdayaan terhadap masyarakat, teridentikasi juga program ini menjadi kepentingan sepihak yang didalamnya ada tim pakar maupun tim intelektual tersebut,

Dampal Jurig : Teridentivikasi dari Perda ini malah kebayakannya perusakan Hutan yang dilihat Pihak Pengusaha sehingga yang menjadi korban masyarakat kembali, dalam perberdayaan masyarakat terkesan tidak ada penyentuhan yang dalam dalam proses sosialisasi pun sangat kurang sekali, masalah keuangan tidak tau menau yang bergulirnya kemna saja.

SPP : Yang menjadi penting yang perlu kita sikapi adalah arah Regulasi ini kemna sehingga kita tau ada kepentingan apa di mbalik Raperda ini, ada ketingpangan penguasan Agraria, ada Landasan Sosialogis yang dimna masyarakat mendapatkan ketidak adilan, Ada juga komplik Agraria yang sedang marak, ada persoalan yang belum seslesai antara Dishut, Perhutani dan BKSDA terkait batas kawasan, Kenapa harus ada lagi UU, sementara UU tentang Air, Hutan, Konservasi dan Agraria sudah ada sehingga akan menjadi tunpang tindih Kepentingan atau Permasalahan, Apakah Raperda ini akan menjawab persolaan keadilan terhadap masyarakat terkait Agraria? Jangan sampai Peraturan menumbuhkan persolan Baru yang sehingga kebijakan lama menjadi masalah yang besar,

STN : Tidak bisa dipungkiri untuk menguluarkan Legaldrafing harus ada filosopi yang tepat untuk menguluarkan Raperda ini, harus mencermati dalam Cermin Kepentingan untuk masyarakat Hutan seperti apa?, Dari aspek sosiologinya saya baru debgar ada Hutan kemitraan sedangkan dalam kamus tidak ada yang namanya Hutan kemitraan?, jangan haraop Raperda ini dipaksakan untuk di sah kan tolong karena kalo ini sampai di paksakan bisa menimbulkan Komplik yang sangat tinggi yang dimana saat ini sedang mendapatkan persoalan yang Agraria yang paling terbesar di Indonesia.

HKTI : Yang memetakan Petani sebetulnya bukan petani sendiri melainkan Pemerinta, Yang mengkerdilkan Petani Bukan petani pula melainkan Pemerintah sehingga timbulnya Raperda ini harapan saya bisa menjadi jawaban permasalahan Masyarakat Petani, saya tidak mendengar hak-hak petani di daerah hutan dalam Raperda ini, pihak pemerintah jangn pula memberikan contoh yang tidak baik dalam menyikapi kerlangsungan Pohon dalam arti bagaimana untuk menjaga dan merawat pohon tersebut pemerintah bisa memberikan kesejahteraannya kepada masyarakat supaya tidak tebang, jangan sampai seperti perhutani malah mencerminkan nilai atau prilaku tidak baik kepada masayrakat dengan penebangan Pohon.

SHI : Terlalu pokus terhadap Upaya pengelolan Hutan dalam Raperda ini, sehimgga terlihat nilai Pragmatisnya dan tidak mencerminkan nilai Hutan dan kesejahteraan masyarakat, ada Upaya liberilisasi Pengelolaan Hutan di Raperda ini, dalam Poin C Konsen Pemerintah kepada masyarakat dalan pengelolaan Hutan, Asas Raperda ini di buat di bantah dan dilemahkan di Bab 5 dan 15 masyarakat peserta pengelolaan Hutan adalah perorangan, Perusahaan yang untuk mendukukng dalam kepentingan, dalam konsen Pemerintah akan terbangun 40% dari 30 % luasan yang di targetkan namun disayangkan kenapa Raperda ini tidak mengacu dalan tatanan hal itu, kenapa Perhutani diberikan kebijakan untuk pengelolaan hutan dan kenapa ke perhutani yang jelas-jelas mereka adlah Perusahaan yang kita tahu bahwa perannya dan tingkat kerusakannya adalan Perhutani sendiri.

KPI : kita sedang membicarakan kesejahteraan masyarakat artinya ,bagaima kita bisa memperjuangkan hak-hak kita dan masyarakata terhadap tatanan Hutan ( ALAM ) Air, Lahan, Udara sehingga upaya itu bisa kita dapatkan bersama-sama, relepansi dari Raperda ini bagaimana kesejahteraan masyarakat bisa menjadi orientasi bersama dari APBN itu harapannya kembali ke masyarakat kembali